Sebagai bentuk keberlanjutan dari perhelatan Biennale ke-17 yang telah dilangsungkan pada
tahun 2023, edisi ke-18 Biennale Jogja masih berada dalam lintasan tema besar
TRANSLOKALITAS dan TRANSHISTORISITAS sebagai bagian dari Seri Khatulistiwa
(Equator) Putaran Kedua. Tim kuratorial Bob Edrian (Jakarta), Eva Lin (Taiwan) dan
ketjilbergerak (Yogyakarta) mengumumkan "KAWRUH": Tanah Lelaku” sebagai judul dan
bingkai kuratorial. "Kawruh", secara etimologis berakar dari Bahasa Jawa yang berarti
pengetahuan sebagai akumulasi pengalaman yang dicerna secara kritis oleh akal budi.
"KAWRUH"dalam lingkup Biennale Jogja ke-18 dimaknai sebagai sekumpulan keragaman
praktik artistik yang berjangkar pada sikap dan upaya menyelami seluk beluk pengetahuan
tersebut. Dalam praktiknya, Biennale Jogja 18 ini akan diselenggarakan dalam dua babak,
Babak I berlokasi di Boro, Kulon Progo dan Babak II berlokasi di tiga titik, antara lain Kota
Yogyakarta, Desa Panggungharjo, Desa Bangunjiwo.
Babak I dilangsungkan pada periode 19-24 September 2025, bertempat di Padukuhan Boro,
Desa Karangsewu, Kulon Progo. Babak ini menjadi titik awal perjumpaan dengan warga,
membuka ruang dialog antara praktik seni dan pengetahuan lokal yang tumbuh dari
pengalaman sehari-hari. Para seniman sebagian telah terlibat dalam program Asana Bina
Seni, sebuah ruang pembelajaran praktik seni dan imajinasi sosial dari Yayasan Biennale
Yogyakarta.
Asana Bina Seni merupakan program rutin yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale
Yogyakarta sebagai upaya dalam penyediaan ruang kreasi dan edukasi bagi para seniman dan
kurator muda sejak 2019. Pada tahun ini, para peserta Asana Bina Seni telah melalui sesi
kelas-kelas dan kegiatan inkubasi yang dimulai sejak bulan Maret-Mei 2025, dengan materi
yang diberikan berkisar pada tema estetika, ekologi, sejarah, gender, potensi desa,
pengarsipan, serta pemetaan sosial. Rangkaian ini akan ditutup dalam bentuk pameran dan
program publik yang akan masuk dalam rangkaian Babak 1 Biennale Jogja.
Asana Bina Seni tahun ini mengusung tema Prananing Boro, sebuah refleksi artistik yang
dipantik dari realitas keseharian warga Padukuhan Boro II, Galur, Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kata Prananing yang berarti "angin" atau "napas" dalam Bahasa Kawi
dipilih sebagai metafora atas perjumpaan yang sekilas, singkat, namun berulang,
sebagaimana hembusan angin pesisir yang senantiasa berbaur dengan kehidupan masyarakat
setempat. Melalui program ini, sembilan seniman muda hadir, tinggal, dan berdialog dengan
warga Boro. Kehadiran mereka bukan sekadar sementara, tetapi turut menyatu dengan
pengetahuan, pengalaman, serta memori kolektif desa, yang kemudian diwujudkan dalam karya seni kontemporer, yang diharapkan menjadi ruang bersama untuk mengingat, mengolah, dan menumbuhkan pengetahuan lintas generasi.
Sebagaimana angin yang senantiasa bergerak, Prananing Boro menandai awal perjalanan
panjang Asana Bina Seni 2025 dalam rangkaian Biennale Jogja XVIII, yang pada Babak I
berfokus di Padukuhan Boro II 19-24 September 2025, lalu berlanjut 5 Oktober 2025 - 20
November 2025 pada Babak II di Panggungharjo bersama seniman Fioretti Vera, Gata
Mahardika, dan Laboratorium Sedusun. Padukuhan Boro II, lokasi Babak 1 yang pertama
kali mewadahi gelaran Biennale pun gelaran seni rupa, telah menjalin temu dengan seniman
dan penulis/kurator muda peserta Asana Bina Seni, kelas inisiasi Biennale Jogja. Riset dari
beragam pendekatan, senda gurau anak SD hingga diskusi serius, dan residensi singkat
hingga kolaborasi kekaryaan telah dilakukan, dan akan dirayakan lewat karya juga rangkaian
program sebagai bagian dari rangkaian Merti Dusun (tradisi syukuran desa Jawa) Padukuhan
Boro II.
Seniman Babak 1:
1. Anisyah Padmanila Sari (Yogyakarta)
2. Barikly Farah Fauziah (Yogyakarta)
3. Bukhi Prima Putri (Yogyakarta)
4. Darryl Haryanto (Yogyakarta)
5. Dionisius Maria Caraka (Yogyakarta)
6. Egga Jaya (Bandung)
7. Faisal Kamandobat (Yogyakarta)
8. Faris Wibisono (Yogyakarta)
9. I Kadek Adi Gunawan (Bali)
10. Ismu Ismoyo (Yogyakarta)
11. Mailani Sumelang (Yogyakarta)
12. Perupa Kulonprogo (Yogyakarta)
13. Sri Cicik Handayani (Madura)
14. Taufik Hidayat (Yogyakarta)
15. Vina Puspita (Yogyakarta)
16. Yuta Niwa (Jepang)
Kurator/Penulis Asana Bina Seni 2025:
1. Arami Kasih (Yogyakarta)
2. Ayu Maulani (Jakarta)
3. Bintang Assangga Aprilliantino (Yogyakarta)
4. Laurensia Dhamma Viriya (Yogyakarta)
5. Muhammad Ade Putra (Riau)
6. Nadia Varayandita Ingrida (Klaten)
7. Shabrina Z. S. Bachri (Purbalingga)
Karya-karya dari peserta Asana Bina Seni 2025 yang dihadirkan merefleksikan berbagai isu
yang dekat dengan warga sekaligus relevan dengan persoalan yang lebih luas, mulai dari
ekologi, arsip dan sejarah, hingga garis lebur.
Pembukaan akan berlangsung di Pendopo Karang Kemuning Ekosistem (KKE), Padukuhan
Boro II yang bersamaan dengan dihelatnya Merti Dusun. Kolaborasi pengetahuan,
diselaraskan dengan membuka ruang bagi kelanjutan jejak yang dipantik di Padukuhan Boro
II. Babak II di Panggungharjo membawa pengetahuan dan napas dari
perjumpaan-perjumpaan gagasan sebagai aliran pengetahuan yang tidak berhenti pada satu
titik, melainkan terus mengakar pada ruang yang berbeda sebagai lapisan-lapisan pengalaman
dan ingatan kolektif yang memperkaya perjalanan Asana Bina Seni 2025.